Kamis, 19 Mei 2011

Efek farmakologi Mahkota Dewa

MAHKOTA DEWA [Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.]
“Diburu karena khasiatnya, dijauhi karena racunnya”. Itulah sekelumit kalimat manis dari beberapa pengobat tradisional yang berkomentar tentang tanaman mahkota dewa. Tanaman ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat. Bentuk buahnya menyerupai apel merah sehingga sering dijadikan tanaman hias. Tanaman asal Papua yang kemudian dikembangkan di lingkungan Keraton Yogyakarta ini sekarang telah menyebar ke seluruh Nusantara. Demikian juga dengan penggunaan tanaman ini yang mulanya hanya kalangan Keraton saja, saat ini hampir semua pengobat tradisional menggunakannya sebagai bahan tambahan dalam meracik obat herbal.

Hal yang perlu diwaspadai yaitu tanaman mahkota dewa cukup beracun. Bila salah dalam penggunaan, dapat berakibat negatif bagi penggunanya. Perlu diperhatikan bahwa bagian tanaman yang digunakan untuk obat adalah bagian daging buahnya. Penggunaan daging buah mahkota dewa ini pun sebaiknya dalam keadaan kering dan dengan dosis yang terbatas. Biji adalah sumber racun yang paling utama dari tanaman ini. Oleh karenanya, penggunaan biji mahkota dewa hanya diperbolehkan untuk pengobatan luar atau obat oles.
Powered By Blogger